Tidak diragukan bahwa riya’ merupakan salah satupenyakit
hati yang berbahaya. Banyak nash yang menyebutkan tercelanya sifat ini, dan
peringatan untuk menjauhinya beserta penjelasan bahwasanya sifat ini dapat
menghapus kebaikan yang telah dilakukan. Oleh karena itu, kita sebagai hamba
yang dikarunia akal, dianjurkan mencari tahu obat dari penyakit yang berbahaya
ini, juga berupaya sekuat tenaga agar tidak terinfeksi olehnya. Abu Hamid
al-Ghazali rahimahullah berkata, “Aku telah mengetahui dari apa yang telah
lalu, bahwasanya sifat riya’ dapat menghapus amalan-amalan dan sifat ini
merupakan salah satu sebab kebencian Allah terhadap hamba-Nya, ia juga
merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan. Maka kita harus
bersungguh-sungguh untuk menghilangkannya, walaupun harus berupaya keras dan
bersusah payah. Karena tidak ada kesembuhan kecuali dengan meminum obat yang
pahit dan tidak enak. Ini merupakan bentuk kesungguhan seorang hamba, ia harus
memaksa dirinya untuk melakukan hal tersebut.”
Ada beberapa poin penting yang dapat membantu dalam
menghilangkan sifat riya’:
1. Mengetahui akibat dari
riya’, seperti aib dan kehinaan baik di dunia maupun di akhirat. Dan
bahwasanya sifat ini akan menampakkan aib pelakunya di hadapan semua manusia pada
hari kiamat. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya
beliau bersabda,
مَن سَمَََّعَ : سَمَََّعَ اللهُ بِهِ ،
وَمَن رَاءَى : رَاءَى اللهُ بِهِ
“ Barangsiapa yang (beramal) ingin
didengarkan (oleh orang), maka Allah akan memperdengarkannya. Dan barangsiapa
yang (beramal) agar dilihat (orang), maka Allah akan perlihatkan.” (HR.
Bukhari, no. 6134 dan Muslim, no. 2986).
2. Mengetahui bahwasanya mengharapkan ridho seluruh manusia
adalah perkara yang dilarang. Bahkan sebenarnya, yang bermanfaat bagi seorang
hamba adalah, mengarahkan cita-citanya kepada satu tujuan, yaitu memperoleh
keridhoan Allah Ta’alaa. Al-Ghazali berkata, “Ridha manusia adalah tujuan yang
tidak diketahui ujung pangkalnya, maka setiap sesuatu yang mendatangkan ridho
bagi sekelompok manusia, ia juga mendatangkan kebencian bagi sekelompok manusia
yang lain. Keridhoan sebagian dari mereka, berada atau mendatangkan kebencian
bagi sebagian yang lain. Dan barang siapa yang mengharap ridho manusia dengan
mendatangkan murka Allah, Allah akan murka kepadanya dan akan membuat seluruh
manusia membencinya.”
3. Mengetahui bahwasanya seluruh makhluk adalah hamba yang
harus tunduk kepada Allah. Karenanya pujian mereka tidak mendatangkan manfaat
kepada kita dan celaan mereka juga tidak membahayakan kita. Adapun manusia yang satu sama dengan manusia
yang lain, sama-sama membutuhkan Allah untuk memperoleh kemashlahatan bagi diri
mereka, dan menghilangkan bahaya dari diri mereka.
Disebutkan dalam kita Ihya ‘Ulumuddin, “Apakah pujian
manusia mendatangkan kebaikan kepadamu? Jika kamu di sisi Allah adalah orang
yang hina, dan tergolong penghuni neraka. Dan apakah celaan manusia
mendatangkan keburukan kepadamu? jika kamu di sisi Allah adalah orang yang
mulia dan termasuk golongan orang-orang yang didekatkan kepada Allah.”
4. Menghadirkan dalam hati kita tentang apa-apa yang telah
Allah persiapan di akhirat bagi hamba yang taat sebagai ganjaran atas ketaatan
mereka. Dan mengetahui bahwa tidak ada cara yang tepat untuk meraih janji Allah
tersebut kecuali dengan menjauhi salah satu dari sifat yang berbahaya, sifat
riya’. Abu Hamid berkata, “ Barangsiapa yang menghadirkan dalam hatinya,
kenikmatan akhirat yang kekal, dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah, ia
tidak akan menghiraukan hal-hal yang dapat membuatnya bersandar kepada sesama
makhluk. Keinginannya hanya ditujukan untuk mencari keridhoan Allah, dan
jiwanya bersih dari sifat riya’ yang dapat mengeraskan hati.”
5. Berkemauan kuat untuk menyembunyikan amalan yang dapat
mendatangkan pujian. Maka seorang mukmin harusnya melakukan shalat sunnahnya di
rumah sebisa mungkin. Begitu juga tidak menampakkan amalan sunnah lainnya
selain shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “
Shalat yang paling utama bagi laki-laki adalah di rumahnya kecuali shalat
wajib.” Dan di antara tujuh golongan yang mendapatkan naungan pada hari kiamat
yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah adalah seseorang yang bersedekah
secara sembunyi-sembunyi sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya. Juga
seseorang yang berdzikir mengingat Allah dalam keadaan yang sunyi, hingga
meneteslah airmatanya. Dan masih banyak hadits-hadits yang semisal dengan
hadits ini.
6. Selalu rendah hati dan memperbanyak doa memohon
perlindungan kepada Allah ta’alaa agar dijauhkan dari riya. Sebagaimana doa
mulia yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita,
اللّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ أَنْ نُشْرِكَ
بِكَ شَيْئًا نَعْلَمُُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا نَعْلَمُهُ
“ Ya Allah sesungguhnya kami
berlindung kepada Mu dari menyekutukan Mu dengan sesuatu (berbuat syirik) dan
kami mengetahuinya, kami meminta ampun kepada Mu dari (perbuatan syirik) yang
aku tidak mengetahuinya.” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya) atau sebagaimana doa
Umar bin al-Khattab radliyallahu ‘anhu, “ Ya Allah, jadikanlah seluruh amalku
sebagai amal yang shalih, Ikhlas karena mengharap Wajah-Mu, dan janganlah
jadikan di dalam amalku bagian untuk siapapun.” (Disebutkan oleh Ibnul-Qayyim
dalam kitab al-Jawaabul-Kafii).
7. Banyak membaca kisah orang-orang yang ikhlas, para nabi,
shahabat, para tabi’in dan ulama-ulama salaf lainnya. Karena hal ini dapat
menumbuhkan keinginan untuk menyerupai mereka, dan mengikuti jejak mereka.
Itulah tujuh point yang dapat menjauhkan dari riya. Kita
berlindung kepada Allah dari sifat tersebut, memohon kepada-Nya agar selalu
diberikan kekuatan dan keikhlasan dalam mengikuti sunnah nabi-Nya. Aamiiiin.
Waallahu a’lam bish-shawaab.
sumber : alislamu.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar