Cari Blog Ini

Minggu, 18 Januari 2015

Kursi Tamu

Harga : Rp 5.000.000,-
hub : 0857-6251-8075

Ajarkan Anak-anak Kita seperti Kisah Lukman al Hakim

Mantapkan aqidah, tanamkan rasa hormat kepada orangtua, ajarkan ahklak dan tingkah laku yang baik, kemudian ajarkan anak-anak tatanan hidup yang sesuai dengan Islam



KEMEROSOTAN ahklak nampaknya semakin merajarela dalam kehidupan sosial masyarakat Muslim hari ini, terutama di kalangan remaja. Pada mulanya kemerosotan ahklak ini hanya terjadi pada remaja-remaja yang tidak tersentuh dengan dunia pendidikan. Pada tahun berikutnya dekandensi ahklak sudah merasuki remaja-remaja terpelajar.

Hal ini bisa dilihat dari pergaulan mereka sehari-hari. Mulai dari pergaulan bebas, mabuk-mabukan, berjudi, berzina, berpacaran, dan lain sebagainya. Kemorosotan ahklak kaum remaja semakin terlihat dengan banyaknya media-media yang mengekspos berbagai kasus negatif yang mereka lakukan.

Umumnya perbuatan buruk seseorang malu mengulangi. Dalam hal ini, seharusnya para remaja malu dengan kasus-kasus yang terkuak ke mata publik. Sekaligus timbul rasa penyesalan dan bercita-cita untuk tidak mengulangi lagi.

Tapi realitanya dengan benyaknya kasus yang terungkap, semakin semangat para remaja untuk melakukan hal-hal kejahatan. Naas!

Akibatnya sudah banyak dari remaja-remaja terpelajar yang kehilangan jati dirinya sebagai orang terdidik yang seharusnya berahklak terpuji. Padahal ahklak inilah yang menjadi pembeda antara remaja terpelajar dengan remaja liar (baca: tidak terdidik).

Setelah terungkap kasus-kasus yang mereka lakukan, beragam kutukan pun dilemparkan atas mereka oleh berbagai pihak. Hal ini dilakukan untuk memberi arahan yang bahwa perbuatan itu tidak baik, bertentangan dengan norma agama dan sosial masyarakat. Sangat disayangkan pada hari berikutnya mereka kembali melakukan kejahatan yang sama.

Sebagai remaja terpelajar tentu bisa membedakan antara kejahatan dengan kebaikan. Sesudah melakukan kejahatan dan mendapat beragam kutukan, mereka pasti tidak akan melakukannya lagi. Mereka pasti merasa malu ketika kasus-kasus negatif terpampang ke mata publik. Namun kebanyakan remaja sekarang sama sekali tidak sadar.

Kelakuan mereka yang tak kunjung sadar itu terkadang menimbulkan beragam pertanyaan. Apakah remaja-remaja seperti itu hanya hadir sekolah untuk mengisi absensi kehadiran saja? Atau sekedar menampakan diri mereka ke mata masyarakat bahwa mereka pelajar? Ternyata tidak, kebanyakan dari mereka orang serius dalam belajar dan aktif dalam organisasi.

Sebagian orang menganggap kelakuan bejat mereka lahir dari diri mereka sendiri. Padahal jika diteliti ahklak remaja semacam ini terindikasi oleh pendidikan balianya. Karena pendidikan yang diberikan sejak kecil akan berpengaruh besar dalam pembentukan remaja seseorang.

Buruknya ahklak remaja sekarang berefek dari didikan balinya. Karena orangtua sekarang lebih memilih untuk memberikan pendidikan umum kepada anak-anaknya ketimbang pendidikan agama.

Yang kita saksikan, sejak lahir, ilmu pertama kali yang terima anak-anak di lingkungan kita adalah cara main gadget. HP, laptop, main game, lalu cara berhitung, berbahasa Inggris, dan lain sebagainya. Karenanya jangan heran, saat ini anak-anak balita begitu lihat memainkan alat-alat komunikasi ini.

Apakah ini terlarang? Tentu tidak itu masalahnya.

Cara mendidik para orangtua zaman sekarang ini tidak seperti para orangtua zaman dahulu, di mana ketika anak lahir, sudah jauh hari ia dikenalkan dengan hakekat Tuhannya.

Para orangtua mengenalkan mereka agama dengan harapankelak akan membuatnya tidak salah arah.

Bedanya, kebanyakan orangtua zaman sekarang dalam mendidik anak sudah meniru cara Barat. Sehingga tidak heran jika pada saat remaja, anak-anak mereka berkelakuan seperti remaja-remaja Barat.

Sebagai ummat Islam pendidikan pertama yang harus diberikan kepada anak-anaknya adalah mengenalkan Allah سبحانه و تعالى (Ilmu Tauhid). Ketika si anak sudah mengenal Allah, para orangtua yang bijak biasanya akan mengajarkan mereka cara-cara beribadat yang benar (Ilmu Fiqih). Selanjutnya diajarkan cara menjaga ibadat tersebut agar tidak sirna (Tasauf).

Jika ketiga pendidikan ini sudah ada pada diri si anak, ketika beranjak masa remaja anak-anak kita akan menjadi pribadi yang kuat. Baik baik budi pekertinya, lembut tutur katanya. Karena ketiga pendidikan di atas sudah merepresentasi bagaimana cara berintereaksi dengan Allah سبحانه و تعالى dan cara berintereaksi dengan manusia.

Pendidikan anak cara al-Quran

Dalam al-Qur’an sudah tertera cara mendidik anak serta ilmu apa pertama kali yang harus ditanamkan oleh orangtua. Banyak kisah-kisah para pendahulu kita yang sukses mendidik anak dengan metode Alquran. Sebut saja Lukmanul Hakim. Lalu pelajaran apa saja yang beliau berikan kepada anaknya?

Pertama, persoalan aqidah. Sebagaimana firman Allah,” Wahai anak ku jangan sekali-kali engkau sekutukan Allah” (QS: Al-Lukman:13).

Kedua, rasa hormat kepada orangtua. Sebagai mana firman Allah;

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

” Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapakya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada ku dan ke dua ibu bapak mu, hanya kepada ku lah kembalimu.” (QS: Al-Lukman: 14).

Ketiga, pendidikan moral.

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِي

” Wahai anakku bila ada kebaikan yang kamu kerjakan, kecil (tidak nampak oleh pandangan mata yang zahir), yang kecil itu tersembunyi dipuncak langit, di dasar bumi yang paling dalam atau di tengah-tengah batu hitam sekalipun, Allah pasti akan mengetahuinya dan pasti akan memberikan balasan yang sedail-adilnya” (QS: Al-Lukman: 16).

Keempat, tatanan hidup si anak

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

“Wahai anakku dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah” (QS: Al-Lukman: 17).

Inilah dasar-dasar agama dalam mendidik anak yang harus diaplikasikan oleh setiap orangtua sebelum memberikan berbagai disiplin ilmu lainnya. Mantapkan aqidah, tanamkan rasa hormat kepada orangtua, ajarkan ahklak dan tingkah laku yang baik, kemudian berikan tatanan hidup yang sesuai dengan Islam.

Kalau metode pendidikan Lukmanul Hakim sudah menjadi prioritas orang-orangtuasekarang dalam mendidik anak, insya Allah anak-anak kita nantinya akan tumbuh sebagai remaja yang taat kepada Allah, patuh kepada orangtua, dan jauh dari tingkah laku yang tercela. Kita lihat saja. *

Sumber : hidayatullah.com

Adab Menjenguk Orang Sakit





Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia, dalam diri beliau terdapat akhlak yang mulia. Akhlak Rasulullah adalah akhlak Qur’an. Beliau mencontohkan kepada kita bagaimana berperilaku dalam keseharian kita. Dari hal-hal yang kecil, hingga perkara-perkara yang besar.

Sakit merupakan ketentuan dari Allah, di dalamnya mengandung banyak hikmah, bagi mereka yang sakit, dan mereka yang sehat, sebagaimana dalam haditsnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, bahwa bagi mereka yang sakit, ia dapat menggugurkan dosa
sebagaimana pohon menggugurkan daunnya. Bagi mereka yang sehat, ia menjadi pengingat betapa besarnya nikmat yang Allah berikan berupa kesehatan. Dan menjadi ladang amal bagi mereka yang sehat, karena dengan menjenguk orang sakit, banyak keutamaan yang akan ia dapatkan.

Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Al-Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan, “ Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhi undangan, menolong orang yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera tebal).” (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)
Hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “ Bab Wujubi ‘Iyadatil-Maridl” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab shahih nya.

Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan fardhu ‘ain (melainkan wajib kifayah).

Di antara keutamaan menjenguk orang sakit, sebagaimana yang Rasulullah kabarkan dalam beberapa haditsnya sebagai berikut,
Dari al-A’masy ia berkata, “ Kami duduk pada suatu majlis, maka ketika kami tidak melihat seorang sahabat selama tiga hari, kami menanyakan kemana dia. Jika ia sakit, maka kita menjenguknya.”
Inilah karakteristik atau ciri khas seorang penghuni Surga, yaitu gemar menjenguk saudaranya yang sakit. Sebagaimana yang terdapat dalam hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau bertanya,
“ Siapa di antara kalian yang berpuasa pada hari ini?”
Semua orang terdiam kecuali Abu Bakar yang menjawab,
“ Saya, wahai Rasulullah.”
Rasul bertanya lagi,
“ Siapakah yang telah bersedekah kepada kaum papa pada hari ini ?”
Lagi-lagi tidak ada yang menjawab selain Abu Bakar,
“Saya, wahai Rasulullah.”
Untuk yang ketiga kalinya, Rasul bertanya,
“ Siapakah yang telah menjenguk orang sakit hari ini?”
Tidak ada yang menjawab selain Abu Bakar,
“ Saya, wahai Rasulullah.”
Rasul bertanya lagi,
“ Siapakah yang telah mengantarkan jenazah pada hari ini?” Abu bakar menjawab,
“ Saya, wahai Rasulullah.”
Rasul bertanya kembali,
“ Siapakah yang telah mendamaikan dua orang yang berselisih pada hari ini?”
Abu Bakar menyahut,
“ Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah bersabda,
“ Tidaklah seorang mukmin mengerjakan satu kebaikan di antara perbuatan tersebut kecuali satu pintu dari pintu-pintu surga kelak akan berseru di hari kiamat ‘ Mari masuklah ke sini.’”

Siapa di antara kita yang tidak ingin menjadi penghuni surga? Maka menjenguk orang sakit sunnah Rasulullah yang agung. Tidak hanya cerminan dari rasa kemanusiaan namun juga bagian dari ukhuwah.
Dari Tsauban dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ

“ Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk saudaranya sesama muslim maka ia terus menerus berada di khurfatil jannah hingga ia pulang (kembali).” (HR. Muslim no. 6498)

Ali radliyallahu ‘anhu berkata, “ Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُوْدُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَانَ لَهُ خَرِيْفٌ فِي الْجَنَّةِ

“ Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lain di pagi hari melainkan 70.000 malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di sore hari. Dan jika ia menjenguknya di sore hari maka 70.000 malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di pagi hari. Dan ia memiliki buah-buahan yang dipetik di dalam surga.” (HR. At-Tirmidzi no. 969, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 5767 dan Ash-Shahihah no. 1367)

Menjenguk mereka yang sakit, bukan saja melaksanakan hak muslim kepada sesama muslim, namun di dalamnya juga mengandung keutamaan bagi mereka yang menjenguk. Maka Jangan jadikan sunnah ini sebagai perintah saja, namun jadikan ia kebutuhan bagi kita.

Dari Jabir bin Abdillah, “ Orang yang menjenguk orang sakit selalu berada dalam rahmat Allah, walaupun ia hanya duduk.” (Riwayat al-Baihaqi dan Ahmad, hadits shahih)

Hadits-hadits tersebut dapat menjadi motivasi bagi kita, untuk selalu berpegang teguh kepada sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semoga kita mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah ta’alaa.

Adapun bagi kita ketika menjenguk saudara kita yang sakit, maka ada beberapa adab yang perlu diperhatikan.

a. Niat menjenguk karena Allah ta’alaa

Keyakinan bahwa menjenguk orang sakit adalah ibadah, bukan hanya dilandasi rasa persahabatan, kemanusiaan, ataupun niat yang lainnya. Sehingga jika kita niatkan ibadah kepada Allah, kita dapat meraih keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya. Maka landasilah setiap amalan kita dengan keikhalasan hanya untuk Allah ta’alaa, sampai menjenguk orang sakit sekalipun. Ini adalah point pertama yang penting, karena tanpanya, tidak akan bermakna delapan point berikutnya, sebagaimana sabda Nabi shallallalhu ‘alaihi wa sallam, “ Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung niatnya.”

b. Berilah kesan yang baik

Dalam artian tidak menimbulkan kekhawatiran bagi yang dijenguk ataupun bagi yang menjenguk. Dalam suatu riwayat ketika ‘Aly bin Abi Thalib baru keluar dari menjenguk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang sakit. ‘Aly bin Abi Thalib ditanya oleh para sahahbat, di antaranya ada Abdullah bin ‘Abbas, “ Bagaimana keadaan Rasulullah?” ‘Aly bin Abi Thalib menjawab, “ Alhamdulillah beliau baik-baik saja.” (Riwayat al-Bukhari, hadits shahih)

Riwayat ini memberikan petunjuk kepada kita, bahwa, kita tidak boleh memberikan kecemasan kepada mereka yang menjenguk. Namun berikanlah kesan yang dapat melegakan mereka yang menjenguk.

c. Menghibur mereka yang sedang sakit

Sehingga dapat membangkitkan rasa sabar dan percaya diri pada diri mereka. Menghibur untuk meringankan keluhannya, dan menghilangkan kesedihannya. Memberikan kabar gembira, bahwa jika ia bersabar maka akan bernilai pahala yang besar di sisi Allah, sebagaimana dalam firman Allah ta’alaa dalam surat asy-Syu’araa

“ Maka apabila aku sakit, maka Allahlah yang akan menyembuhkanku.”
Keyakinan inilah yang harus kita tanamkan. Bahwa sakit ini dari Allah dan Allahlah yang akan memberikan kesembuhan dan obat. Sehingga dengan menjenguk akan meningkatkan motivasi dan kepercayaan dirinya untuk sembuh.

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata, “ Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila datang menjenguk orang sakit, beliau bersabda, (beliau mengatakan kepada yg sakit) ‘ laa ba’sa thohurun insyaAllah.’ (Tidak apa, semoga menjadi penghapus dosa, jika Allah menghendakinya). (Riwayat al-Bukhari, 3347. Hadits shahih)

d. Berdoa untuk kesembuhan orang yang sakit.

Dari Aisyah radliyallahu ‘anhaa berkata, “ Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengunjungi orang yang sedang sakit maka ia mengusap orang sakit dengan tangan kanannya sambil membaca, ‘ Allahumma Robbannas, Adz-hibil ba’sa isyfi antasy-syafi la syifa’a illa syifa’uka syifa’an la yughadiru saqoman (Ya Allah Tuhan dari manusia, hilangkan segala penyakit, sembuhkanlah, hanya Engkau yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali dari padaMu, kesembuhan yang tidak dihinggapi penyakit lagi).” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Maka hendaknya ketika kita menjenguk orang sakit, kita tidak lupa mengucapkan doa ini kepada mereka yang sakit, mudah-mudahan Allah mengabulkan doa kita.

Ada juga hadits shahih dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhumaa, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ Siapa yang menjenguk orang sakit yang belum tiba ajalnya, kemudian dibacakan do’a ini tujuh kali, pasti Allah menyembuhkannya dari penyakit itu. As-alullahal adhim, robbal arsyil adhim an-yasyfiyaka 7x” (Aku mohon kepada Allah yang Maha Agung. Tuhan pemilik ‘Arsy yang besar, semoga Allah menyembuhkanmu). (Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan al-Hakim)

e. Jangan menakut-nakuti

Apa yang kita sampaikan kepada saudara kita yang sedang sakit maupun keluarganya, harus benar-benar kita perhatikan. Ucapkanlah kalimat-kalimat yang baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau meringankan musibah yang mereka alami. Jangan sampai, apa yang kita sampaikan malah menimbulkan rasa takut dan cemas terhadap yang sakit maupun keluarganya.

Diantara yang dapat menimbulkan rasa takut adalah cerita atau kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama, namun berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan kematian….; kalaupun maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit berhati-hati dan waspada terhadap musibah yang diderita, maka alangkah baiknya jika di kemas dengan kalimat-kalimat yang baik.

f. Jangan terlalu lama menjenguk

Setelah kita selesai menghiburnya, selesai mendoakannya maka kemudian kita minta izin untuk pamit. Hal ini bertujuan agar saudara kita yang sakit dapat lebih lama beristirahat. Karena dengan beristirahat, dapat mempercepat proses penyembuhannya.

Wallahu a’lam.

Sumber : Alislamu.com

Jumat, 16 Januari 2015

Jalan Yang Lurus



Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan jalan yang lurus dan mengangkat hamba terkasih-Nya sebagai pemandu menuju-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad sebaik-baik nabi dan utusan, dan juga bagi para sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amma ba’du.

Ayat-ayat al-Qur’an yang begitu indah dan menakjubkan, memberikan kepada kita gambaran yang jelas mengenai karakter dan hakekat jalan yang lurus. Jalan yang setiap hari kita mohon kepada Allah untuk ditunjuki kepadanya. Jalan yang akan mengantarkan penempuhnya menuju surga dan kebahagiaan, serta melemparkan orang yang melenceng darinya menuju neraka dan kesengsaraan.

Memadukan antara ilmu dan amal



Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.” (QS. al-Fatihah: 7).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa hakekat jalan yang lurus itu akan diperoleh dengan cara mengenali kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Dengan ucapan anda ‘Ihdinash shirathal mustaqim’ itu artinya anda telah meminta kepada Allah ta’ala ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 12).

Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Maka orang yang diberi nikmat atas mereka yaitu orang yang berilmu sekaligus beramal. Adapun orang-orang yang dimurkai yaitu orang-orang yang berilmu namun tidak beramal. Sedangkan orang-orang yang tersesat ialah orang-orang yang beramal tanpa landasan ilmu.” (Tsamrat al-’Ilmi al-’Amalu, hal. 14). Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa penyebab orang terjerumus dalam kesesatan ialah rusaknya ilmu dan keyakinan. Sedangkan penyebab orang terjerumus dalam kemurkaan ialah rusaknya niat dan amalan (lihat al-Fawa’id, hal. 21)

Memadukan antara tauhid dan ketaatan



Allah ta’ala berfirman memberitakan ucapan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam (yang artinya), “Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah aku. Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran: 50-51, lihat juga QS. Az-Zukhruf: 63-64).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Inilah, yaitu penyembahan kepada Allah, ketakwaan kepada-Nya, serta ketaatan kepada rasul-Nya merupakan ‘jalan lurus’ yang mengantarkan kepada Allah dan menuju surga-Nya, adapun yang selain jalan itu maka itu adalah jalan-jalan yang menjerumuskan ke neraka.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 132). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Sesungguhnya kebenaran itu hanya satu, yaitu jalan Allah yang lurus, tiada jalan yang mengantarkan kepada-Nya selain jalan itu. Yaitu beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan apapun, dengan cara menjalankan syari’at yang ditetapkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan dengan [landasan] hawa nafsu maupun bid’ah-bid’ah…” (at-Tafsir al-Qayyim, hal. 116-117)

Dalam surat Maryam, Allah ta’ala juga memberitakan ucapan Isa ‘alaihis salam tersebut (yang artinya), “Dan sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 36).

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa makna ‘sembahlah Dia’ adalah: ikhlaskan ibadah kepada-Nya, bersungguh-sungguhlah dalam inabah (taubat dan semakin taat) kepada-Nya. Di dalam ungkapan ‘Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian maka sembahlah Dia’ terkandung penetapan tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah, serta berargumentasi dengan tauhid yang pertama (rububiyah) untuk mewajibkan tauhid yang kedua (uluhiyah) (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 493)

Bahkan, Allah sendiri telah menegaskan bahwa tauhid dan ketaatan kepada-Nya inilah jalan yang lurus itu, bukan penyembahan dan ketaatan kepada syaitan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah Aku telah berpesan kepada kalian, wahai keturunan Adam; Janganlah kalian menyembah syaitan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Dan sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 60-61). Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa yang dimaksud ‘mentaati syaitan’ itu mencakup segala bentuk kekafiran dan kemaksiatan. Adapun jalan yang lurus itu adalah beribadah kepada Allah, taat kepada-Nya, dan mendurhakai syaitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 698)

Perlu diingat, bahwa ketaatan kepada Rasul pada hakekatnya merupakan ketaatan kepada Allah, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada rasul itu, sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Ayat ini menunjukkan bahwa semua orang yang taat kepada Rasulullah dalam hal perintah dan larangannya sesungguhnya telah taat kepada Allah ta’ala. Karena rasul tidaklah memerintah dan melarang kecuali dengan perintah dari Allah, dengan syari’at dan wahyu dari-Nya. Sehingga hal ini menunjukkan ‘ishmah/keterpeliharaan diri Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah memerintahkan taat kepada beliau secara mutlak (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 189)

Kata Kunci

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada empat kata kunci agar seorang hamba bisa berjalan di atas jalan yang lurus, yaitu:
1. Ilmu, karena dengan ilmu ini maka dia akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana tauhid mana syirik, mana sunnah mana bid’ah, mana taat mana maksiat, dst.
2. Amal, karena dengan mengamalkan ilmunya dia akan terbebas dari kemurkaan Allah, bahkan dia akan mendapatkan tambahan petunjuk karenanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mengikuti petunjuk itu, maka Allah akan menambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah berikan kepada mereka ketakwaan mereka.” (QS. Muhammad: 17). Di dalam ayat yang mulia ini Allah menjanjikan dua balasan bagi orang yang mengikuti petunjuk (baca: mengamalkan ilmunya), yaitu: ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 787)
3. Tauhid, karena dengan memahami dan melaksanakan tauhid maka seorang hamba telah mewujudkan tujuan hidupnya dan berada di atas jalan yang akan mengantarkannya ke surga, jika dia istiqomah di atasnya hingga ajal tiba.
4. Taat, karena dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan berarti dia telah menunjukkan penghambaannya kepada Allah dan kepatuhannya kepada Rasulullah, sehingga dia akan mendapatkan keberuntungan -di dunia maupun di akherat- sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya. Allahu a’lam.

Sumber : muslim.or.id

Rabu, 14 Januari 2015

Bufet

Harga : Rp 9.000.000,-
hub : 0857-6251-8075

Larangan Berbuat Jahat Ketika Terjadi Perdebatan



Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. pernah bersabda, 'Orang yang paling dibenci Allah adalah pedebat yang paling keras'," (HR Bukhori [7188] dan Muslim [2668]). Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a, bahwasanya Rasulullah saw. pernah bersabda, "Ada empat hal jika dimiliki seluruhnya oleh seseorang berarti ia adalah seorang munafik sejati dan jika ada salah satunya pada diri seseorang berarti ia masih memiliki sifat munafik hingga ia meninggalkan perbuatan tersebut: jika diberi amanah ia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan apabila ia bertengkar ia berbuat jahat," (HR Bukhori [34] dan Muslim [58]).
Kandungan Bab:
Haram berbuat jahat ketika berdebat, karena itu menunjukkan bahwa orang tersebut telah menyimpang dari jalan yang benar, enggan menerima, dan mematuhinya.
Terlalu sering berdebat akan menjurus kepada hal-hal yang bathil dan penipuan, karena jika salah seorang di antara mereka menjatuhkan hujjah lawannya maka lawannya pun ikut menjatuhkan hujjahnya.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 3/563-564




Sumber : alislamu.com

Senin, 12 Januari 2015